Selasa, 22 Maret 2011

Bedah Buku Tentang Akhirat

Bedah Buku Tentang Akhirat
KRAKSAAN - Untuk memunculkan sebuah teori, harus dilakukan cara metodologis. Alur metodologis akan membuat sebuah teori menjadi matang. Dengan demikian, teori tersebut bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Hal itu diungkapkan A. Qusyairi Ismail, penulis buku Menelaah Pemikiran Agus Mustofa. Buku tersebut merupakan jawaban atas buku yang ditulis Agus Mustofa berjudul Ternyata Akhirat Tidak Kekal.

Qusyairi mengatakan, prinsip penulisan Agus Mustofa menyimpang dari metodologi kajian Alquran dan hadits. Menurutnya, ada banyak tahap metodologis yang perlu dilakukan. Teori Agus Mustofa tentang akhirat dan azab kubur, tidak sepenuhnya bisa diterima.

A. Qusyairi Ismail datang bersama rekannya Moh. Achyat Ahmad. Keduanya aktif sebagai pengajar di pondok pesantren Sidogiri Kabupaten Pasuruan. Sebagai pembanding, didatangkan KH. Zainul Alim, pengasuh pondok pesantren Darudda'wah Kabupaten Situbondo. Bedah buku tersebut dimoderatori oleh H. Idrus Ali.

Mereka adalah pembicara pada bedah buku Membongkar Pemikiran Agus Mustofa Ternyata Akhirat Tidak Kekal dan Tidak Ada Azab Kubur. Kegiatan itu dilangsungkan di aula pertokoan Soponyono Kraksaan dan diprakarsai MUI Kraksaan. Kegiatan dimulai sekitar pukul 11.00 WIB.

Tulisan Agus Mustofa dalam buku Ternyata Akhirat Tidak Kekal menurut Qusyairi, banyak kekeliruan yang mendasar. Mestinya Agus Mustofa kata dia, melakukan kajian mendalam tentang masalah akhirat dan azab.

Moh. Achyat Ahmad mengungkapkan hal senada. Menurut Achyat, selain tentang metodologi, tulisan Agus Mustofa dinilainya menyimpang dari akidah. Di antaranya tentang persoalan akhirat tidak kekal dan tidak ada azab kubur.

Achyat mengatakan, persoalan itu harus dikaji secara mendalam. "Jangan lantas mengklaim secara mendasar. Harus dilengkapi dengan dalil-dalil yang proporsional," ujar Achyat.

Sementara itu Ketua MUI Kraksaan KH. Hasan Assyadzili menuturkan, bedah buku ini dilakukan sebagai tambahan wawasan dan pengetahuan. Di samping itu lanjut Hasan, juga merupakan upaya MUI untuk meluruskan masalah tersebut. "Bukan untuk menyalahkan teori Agus Mustofa. Namun untuk meluruskan saja," imbuhnya.

Disinggung mengenai ketidakhadiran Agus Mustofa, MUI Kraksaan sebenarnya ingin mengundang Agus Mustofa. Namun menurut Hasan, hal itu belum mungkin dilakukan sekarang. Menurutnya, perlu persiapan lebih lama untuk mendatangkan Agus Mustofa. "Persiapannya harus matang," ujar Hasan.

Namun Hasan mengatakan, untuk kegiatan selanjutnya MUI Kraksaan memprioritaskan kedatangan Agus Mustofa. Selain itu Hasan berharap, bisa mendudukkan Agus Mustofa dengan Qusyairi dan Achyat Ahmad. "Agar terjadi dialog yang proporsional," ujar Hasan. (eem/hn)

Warning bagi penggemar buku serial Diskusi Tasawuf karangan Agus Mustofa. Sarjana lulusan Teknik Nuklir ini memang piawai dalam meramu bahasa, sehingga banyak dari bukunya menjadi Best Seller. Pemilihan judul yang kontroversial dan tabu untuk diperbincangkan berani Beliau angkat seperti “Ternyata Akhirat Tidak Kekal”, “Tak Ada Adzab Kubur?”, “Mengubah Takdir”, “Memahami al-Qur’an Dengan Metode Puzzle”.
Memang judul-judul tersebut merupakan rangkaian kata yang pas untuk menarik minat seseorang supaya terus membaca. Namun ternyata bukan hanya itu, judul-judul tersebut merupakan representasi dari gambaran isi buku. Agus Mustofa benar-benar berpendapat bahwa “akhirat tidak kekal”, “tidak ada adzab kubur”, dan seterusnya.
Pola pikir seperti demikianlah yang menjadikan penulis mempunyai greget untuk menelaah penyimpangan pemikiran Agus Mustofa. Penulis buku ini mengatakan, “kami jadi sadar, jika buku-buku Agus Mustofa itu dapat memberikan pengaruh negatif yang tidak sederhana dalam pola pikir dan tindakan umat Islam.” (Halaman 16). Karena memang pemikiran mengenai akhirat tidak kekal, akan mengakibatkan umat Islam bisa meremehkan pekerjaan-pekerjaan jelek yang dilakukan didunia, toh nantinya setelah disiksa juga akan musnah.
Agus Mustofa berani menulis demikian karena Beliau menciptakan sendiri pemahaman dalam menafsiri al-Qur’an dengan al-Qur’an (Tafsrul Qur’an bil Qur’an). Seharusnya Beliau harus memenuhi prasyarat sebelum menggunakan metode tersebut, seperti harus menguasi ulumul Qur’an, Ilmu Balaghah, dan sampai pada ilmu hadits. Ternyata tidak, penafsiran al-Qur’an yang digunakannya jauh dari ketentuan-ketentuan yang semestinya dipenuhi oleh seorang penafsir. Sehingga wajar jika pada penafsiran yang Beliau dapat terdapat kelemahan.
Agus Mustofa memang seringkali memperkuat argumennya dengan dalil-dalil yang ada dalam al-Qur’an. Semuanya diramu dengan apik sehingga pembaca merasa yakin bahwa argumen yang Beliau layangkan adalah benar. Namun dari sini penulis menyoroti bahwa Agus Mustofa telah mengenyampingkan hadits, tidak ada sama sekali keterangan dari hadits. Sehingga penulis berpendapat bahwa Beliau bisa dikategorikan sebagai orang yang anti hadits (Munkirus Sunnah).
Buku ini memang terlihat tebal sampai empat ratus halaman, namun sistematika kajiannya cukup sederhana. Hanya ada dua kajian, pertama menelaah penyimpangan metodologi yang dipakai oleh Agus Mustofa dalam meramu buku, dan yang kedua mengenai penyimpangan Agus Mustofa dari Aqidah yang benar.
Pada bagian pertama penulis menjelaskan tentang penyimpangan metodologi Agus Mustofa. Penulis mencoba menguak kerancuan-kerancuan pemikiran Beliau seperti dalam bukunya “Memahami al-Qur’an Metode Puzzle” penulis memberikan kritik bahwa dalam memahami al-Qur’an dengan metode tersebut Beliau tidak mengindahkan aturan main yang harus digunakan. “Metode Puzzle ciptaan Agus Mustofa itu tidak termasuk dalam kategori Tafsirul Qur’an bil Qur’an, dan ternyata setelah Beliau mengimpun ayat-ayat al-Qur’an yang dilakukan kemudian adalah memunculkan pemahaman baru dengan hanya bermodalkan akal, dengan tanpa merujuk pada Hadits plus metodologi yang absah, maka jelas metode puzzle Agus Mustofa itu paling identik dengan Tafsirul Qur’an bir-Ra’yi al-Madzmum (Tafsir al-Qur’an dengan rasio yang tercela)” (halaman 53).
Penulis juga memberikan warning terhadap pemikiran-pemikiran Agus Mustofa, seperti akhirat tidak kekal, tidak ada adzab kubur, tidak ada syafaat, Nabi Muhammad tidak ummi, Nabi Adam dilahirkan, segala sesuatu berada didalam Dzat Allah, dll, selain bertentangan dengan nash-nash al-Qur’an dan Hadits, kesimpulan-kesimpulan itu juga bertentangan dengan konsensus ulama (ijmak). Jadi dengan demikian, lengkap sudah pertentangan pemikiran Agus Mustofa dengan dasar-dasar yang disepakati umat sebagai landasan agama Islam, yakni al-Qur’an, Hadist, Ijmak, dan Qiyas (halaman 132).
Agus Mustofa kerap kali menampik pendapat para ulama’ yang telah memiliki otoritas dibidangnya, seperti ulama’ ahli Hadits, ahli tafsir, dan sebagainya. Sebagai kelaziman dari sikap anti-otoritas adalah penolakan terhadap pendapat-pendapat para pakar yang memiliki otoritas tersebut, bahkan menyalahkan pendapat-pendapat mereka, meski tanpa dilandasi argumentasi yang kuat.
Bagian kedua, adalah pembahasan mengenai penyimpangan aqidah. Agus Mustofa berpendapat bahwa baik dunia maupun akhirat sama-sama tidak kekal dan akan mengalami kehancuran karena yang kekal hanyalah eksistensi Allah. Penulis memberikan penjelasan bahwa kekalnya Allah dan kekalnya akhirat, dapat diketahui bahwa persamaannya hanya dalam segi bahasa dan pengungkapan saja, sedangkan esensinya jelas berbeda. Jadi meskipun Allah mengungkapkan kekekalan surga dan neraka (alam akhirat) beserta seluruh penghuninya dengan kata-kata “khalidin”, bukan berarti secara prinsip kekekalan Allah dan akhirat adalah sama.
Buku Beliau yang berjudul “Tak Ada Adzab kubur” juga disorot. Beliau sampai pada kesimpulan, informasi mengenai adzab kubur memang tidak memiliki dalil yang kuat dan meyakinkan dari al-Qur’an. Padahal keyakinan mengenai hal ini sangat urgen bagi umat Islam. Penulis mengungkapkan bahwa tidak semua permasalah yang tidak bisa dirujuk dengan tegas dalam al-Qur’an lantas bisa dinafikan. Betapa banyak permasalah yang rujukan lugasnya tidak tercantum dalam al-Qur’an, akan tetapi dijabarkan dalam Hadits, dan itupun juga harus diyakini kebenarannya (halaman 218).
Sampai pada bagian akhir buku ini adalah pendapat Agus Mustofa mengenai bukunya “Ternyata Adam dilahirkan”. Agus Mustofa berusaha menganalogikan proses penciptaan Adam dengan Isa melalui kehamilan dari seorang ibu. Padahal persepsi Agus Mustofa terhadap hal ini janggal. Ayat yang menjelaskan bahwa penciptaan Nabi Isa menakjubkan, sebab Beliau dilahirkan tanpa ayah, sama dengan keanehan proses penciptaan Nabi Adam. Namun, Agus Mustofa tidak tahu bahwa proses penciptaan Nabi Adam lebih menakjubkan daripada penciptaan Nabi Isa, sebab Nabi Adam diciptakan tanpa ayah dan ibu.
Buku ini berusaha menelaah bahkan mengoreksi pemikiran Agus Mustofa yang menyimpang. Sehingga bagi para penggemar buku-buku serial diskusi tasawuf modern karya Agus Mustofa perlu membaca buku ini. Namun dalam buku ini masih banyak istilah-istilah arabis sehingga akan sedikit mengerutkan kening dalam membacanya.

Judul Buku : MENELAAH PEMIKIRAN AGUS MUSTOFA Koreksi Terhadap Serial Buku Diskusi Tasawuf Modern
Penulis : A. Qusyairi Ismail, Moh. Achyat Ahmad
Penerbit : Pustaka Sidogiri Pondok Pesantren Sidogiri

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda